Ridha Allah Adalah Keberuntungan Yang Besar

Selamat hari Senin, Ibu Pembelajar Asia.

Hari Senin biasanya hari yang cukup sibuk untuk para ibu ya. Setelah sedikit bersantai di akhir pekan, kita mulai lagi bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekal bagi keluarga. Memastikan suami dan anak-anak berangkat kerja dan sekolah dengan perut kenyang, baju yang rapi, peralatan tempur lengkap dan tentu saja hati yang gembira.

Setelah mereka berangkat, aktivitas kita biasanya tidak berhenti. Dapur akan terus beroperasi menyiapkan makan siang dan malam. Baju-baju kotor memanggil untuk dicuci dan disetrika, belum lagi rumah yang menuntut untuk dibersihkan dan dirapikan. Ah, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Belum lagi semua sempat diselesaikan sudah tiba saatnya kita berangkat menjemput anak-anak dari sekolah. Hhhhh... Lelah ya, Ibu-ibu?

Kalau sudah lelah dan nggak sempat beristirahat, kadang kita jadi mudah emosi. Apalagi kalau suami dan anak-anak tidak memberikan apresiasi atas usaha kita seperti yang kita harapkan. Huh, sedih sekali rasanya.

Untuk menghibur dan mengingatkan kita, Mbak Balqis dari Oman memberikan kutipan favoritnya dalam sesi Semangat Senin:




Dan inilah kisah di balik kutipan pilihan Mbak Balqis yang dibagikan untuk Ibu Profesional Asia.

Ridha Allah Adalah Keberuntungan yang Besar

Oleh Balqis - Oman

Jadi pada waktu itu, suami baru pulang dari kantor. Seperti biasa, saat sudah tiba di rumah, kami mengobrol tentang kegiatan saya dan anak-anak selama seharian suami berada di kantor. Baik itu yang anak-anak pelajari, bermain apa saja, atau kegiatan membantu pekerjaan rumah, seperti menyikat kamar mandi, memasak, menjemur pakaian, merapihkan mainan sendiri, dan lainnya.

Sebagai ayah, suami mempunyai tanggung jawab untuk mengecek terus setiap harinya bagaimana perkembangan anak-anak, sehingga ia bisa tahu, sudah sampai mana pengetahuan anak-anak, apakah sudah waktunya untuk dimasukkan ke sekolah Al-Quran ataupun sekolah umum.

Akan tetapi, hari ini ada yang spesial. Saya bercerita padanya bahwa saya baru saja membaca sebuah artikel tentang makna sebuah keikhlasan, yang berarti melakukan sesuatu karena mengharap ridha Allah SWT. Menurut artikel tersebut, kita harus melakukan setiap perbuatan hanya berlandaskan Allah semata, karena jika tidak kita akan kecewa atau merugi.

Saat bercerita pada suami, saya mulai melakukan kilas balik tentang segala sesuatu yang telah kami lakukan selama ini. Apakah ketika melakukan hal tersebut kami mengharapkan ridha Allah atau berharap agar dipuji manusia atau mengharapkan agar manusia itu mencintai atau menyukai kita.

Suami balik bercerita pada saya bahwasanya selama ini tujuan utamanya bekerja hanyalah mengharapkan ridha Allah semata. Karena ridha Allah itu yang pasti, sedangkan ridha manusia, tidak pasti. Ridha Allah lebih besar dari segalanya, sebagaimana Allah berfirman dalam Surah At Taubah ayat 72;
 وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
 “Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS At-Taubah : 72)

Bisa saja saat ini orang tersebut menyukai kita, namun besok ketika kita tidak melakukan apa yang ia inginkan, maka ia sudah tidak lagi condong kepada kita, bahkan merendahkan kita kemana-mana, hingga meng-ghibahi kita. Akan tetapi, bila kita mengharapkan ridha Allah, Sang Maha Baik, Maha Bijaksana, dan Maha Penyayang, Ia tidak akan mengecewakan hamba-Nya yang berharap pada-Nya. Sedangkan ketika kita berharap kepada manusia, maka kita harus siap-siap menanggung kecewa.

Maka dari itu, ketika saya dan anak-anak pernah membuat suami kecewa, kesal, atau marah, suami tidak pernah menyesal tetap bekerja. Karena ketika bekerja, beliau hanya mengharapkan ridha Allah. Tujuan akhir dari ridha Allah ini adalah kita ingin mengharapkan syurga-Nya. Bahkan di sebuah hadist, ridha Allah ini lebih tinggi dari syurga yang kita harapkan selama ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

إنَّ الله - عز وجل - يَقُولُ لأَهْلِ الجَنَّةِ : يَا أهْلَ الجَنَّةِ ، فَيقولُونَ : لَبَّيكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ ، فَيقُولُ : هَلْ رَضِيتُم ؟ فَيقُولُونَ : وَمَا لَنَا لاَ نَرْضَى يَا رَبَّنَا وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أحداً مِنْ خَلْقِكَ ، فَيقُولُ : ألاَ أُعْطِيكُمْ أفْضَلَ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُونَ : وَأيُّ شَيءٍ أفْضَلُ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُ : أُحِلُّ عَلَيكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ أسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أبَداً
 “Sesungguhnya Allah azza wa jalla berkata kepada penghuni surga, "Wahai penghuni surga..”, mereka berkata, “Kami memenuhi panggilanMu, kami menta'atiMu”. Allah berkata, “Apakah kalian ridho (puas)?”, maka mereka berkata, “Kenapa kami tidak ridho (puas) sementara Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak Engkau berikan kepada seorangpun dari ciptaanMu”. Maka Allah berkata, “Maukah Aku berikan kepada kalian yang lebih baik dari ini?”. Mereka berkata, “Apakah yang lebih baik dari ini?”. Allah berkata, “Aku telah menurunkan kepada kalian keridhoanKu, maka Aku tidak akan marah kepada kalian setelah ini selama-lamanya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Namun, untuk melaksanakan ini semua butuh waktu dan training hati yang luar biasa. Karena pada dasarnya, manusia itu suka dipuji dan dipuja, dan kebanyakan dari kita suka berharap kepada manusia lainnya.

Kemudian, suami berpesan agar supaya saat hanya berharap kepada Allah saat melakukan pekerjaan sebagai ibu dan istri, seperti memasak. Jangan pernah berharap agar anak-anak membalas memasak untuk saya saat mereka besar nanti. Jangan pernah berharap kepada anak-anak ketika nanti bekerja mereka akan memberikan gajinya kepada saya. Jangan pernah berharap kepada anak-anak kalau nanti saya sakit mereka dapat menemani saya 24 jam non-stop, dan harapan-harapan lainnya.

Karena insya Allah ketika kita melaksanakan hak dan kewajiban kita sebagaimana mestinya dengan baik, bacalah basmallah. Niatkan karena Allah, berikan makanan itu dengan penuh kasih sayang karena Allah, serta mendidik mereka sesuai dengan ajaran Islam.
Maka, ketika anak-anak besar nanti, kita tidak perlu meminta mereka untuk memasakkan makanan enak saat kita sudah tidak mampu memasak. Allah lah yang akan menggerakkan hati-hati anak shaleh dan shalehah yang dididik karena Allah itu untuk menyajikan masakan kesukaan kita.
Allah juga yang akan menggerakkan hati mereka untuk memberikan sebagian rizkinya untuk kita, untuk memenuhi kebutuhan hidup kita jika engkau kekurangan. Jika sakit, bahkan hanya sedikit sakit saja, mereka akan mengkhawatirkanmu dan akan siap siaga mengantarmu ke dokter. Karena Allah lah yang menggerakkan hati mereka, inilah hasil didikan kita jika hanya mengharapkan ridha Allah.

Coba sekarang kita perhatikan Firman Allah dalam Surah Al Lail Ayat 19-21, bahwasanya orang yang mengharap ridha Allah itu akan mendapatkan kepuasan;
 وَمَا لأحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى (١٩)إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الأعْلَى (٢٠)وَلَسَوْفَ يَرْضَى (٢١)
 “Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail : 19-21)

Begitu juga dengan masakanmu untuk suami dan pelayanan yang kamu berikan selama ini, mulai dari memasak, menyetrika, senyuman, dan lain lainnya, harus berlandaskan karena Allah. Karena jika kita berharap agar suami memuji, agar suami tetap mencintai, agar suami memberikan apa yang kita mau, maka bersiap-siaplah, akan ada waktunya kita kecewa.

Karena semua itu tidak pernah akan kita dapatkan dengan sempurna, karena suami juga manusia biasa. Kadang ia kurang suka dengan masakan kita, bisa saja ia beli di luar rumah. Kadang ia juga kurang suka dengan pelayanan kita dan ia akan menegur. Atau hingga ia juga kurang suka dengan cara kita mencintainya, dan akan mencari wanita yang kedua.

Jadi, tidak perlu lagi kita sebagai istri berharap kepada suami. Ubahlah dengan hanya berharap kepada Allah dan menjadikan Allah sebagai tempat bersandar. Dia yang harus kita jadikan tujuan utama setiap amal yang dilakukan. Karena bila kita hanya berharap kepada-Nya, maka Allah yang menggerakkan hati suami untuk tetap mencintaimu setulus hati. Allah juga yang menggerakkan hati suami untuk memuji masakanmu, meskipun masakanmu pada waktu itu kurang enak. Karena Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang, Dia yang akan menyampaikan kepada suamimu untuk terus memuji istrinya sehingga hatinya senang dan gembira.

Begitu juga ketika kita melakukan sesuatu kepada orang tua, jangan pernah berharap orang tua merasa puas dan akan memberikan apresiasi terus menerus, karena orang tuamu juga manusia. Ketika kita memenuhi keinginannya, mereka akan memujimu. Akan tetapi bila keinginannya tidak dipenuhi atau kita tidak mempunyai kesanggupan untuk itu, maka bisa jadi kita direndahkannya.

Maka dari itu, lakukanlah kebaikan untuk orang tua hanya untuk mengharapkan ridha Allah. Karena ketika orang tua mengecewakanmu, membuatmu sedih, kita tidak perlu ikut kecewa dan sedih atas apa yang telah kita lakukan selama ini untuk membahagiakan orang tua. Toh selama ini kita melakukannya karena Allah. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk kecewa karena sudah melakukan ini dan itu untuk mereka.

Suami saya seringkali melihat dan membaca sebuah artikel. Salah satu contohnya tenang kisah seorang TKW yang bekerja di luar negeri, disana ia bercerita bahwa setiap bulan ia selalu mengirimkan gaji bulanannya untuk orang-tuanya di kampung. Setelah beberapa tahun ia bekerja di luar dan kembali ke Indonesia, ternyata pertanyaan orangtuanya yang pertama kali terlontar kepadanya adalah, “Berapa uang yang kamu bawa dari luar negeri? “

Bukan pertanyaan layaknya seorang ibu atau orang tua, “Bagaimana keadaanmu, Nak, selama di luar negeri? Apakah kamu sudah makan? Apakah kamu bahagia di luar negeri sana? Apakah ada yang mengganggumu?” dan semacamnya.

Akhirnya, ia hanya bisa menangis dan menyesal. Padahal ia sudah memberikan seluruh gajinya untuk orangtuanya. Namun ternyata ketika pulang ke kampungnya, ke rumahnya, ia tidak mendapatkan apa yang ia harapkan selama ini, bahwa ketika ia sudah bekerja keras untuk orangtuanya, ia akan disayangi dan dianggap anak. Kesalahannya pun terletak pada dirinya yang selama ini hanya berharap ridha manusia, bukan mengharap pahala dari Allah.

Oleh karena itu, jika kita mengharapkan ridha Allah tapi ada perkataan yang tidak kita sukai dari orang-orang di sekeliling kita, maka bersabarlah, sebagaimana firman Allah dalam Surah Toha ayat 130;
 فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى (١٣٠)
 “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa ridho/senang.” (QS. Thoha : 130)

Sama juga seperti menjalankan kehidupan ini. Setiap kita melakukan sesuatu, lakukanlah sesuatu karena Allah. Bukan berharap agar dipuji manusia di sekitar kita, bukan mengharapkan apresiasi dari tetangga kita, atau pun sahabat kita. Karena kita tidak pernah bisa memuaskan keinginan manusia. Semua manusia punya keinginan masing-masing dan sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa memuaskan semua manusia di sekitar kita.

Yang harus kita perbuat adalah, lakukan sesuatu yang dicintai Allah, lakukanlah itu karena Allah. Jadi ketika ada orang di sekitar kita yang mencemooh, acuhkan saja. Toh kita tidak mengharapkan ridha mereka, kita juga tidak mengharapkan pujian mereka, karena kita melakukan itu hanya mengharap ridha Allah. Yang ketika kita melakukannya akan membuat hidup kita tenang. Kita pun tidak perlu merasa terganggu jika ada orang di sekitar yang merendahkan kita karena melakukan hal itu.

Maka dari itu, marilah kita berupaya ikhlas dalam menggapai ridha Allah, bukan ridha manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al Maidah ayat 119;
 قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١١٩)
Allah berfirman: “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar tulus/ketulusan mereka. Bagi mereka syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (QS. Al-Maidah : 119)

No comments