Blogging dan Writing Mentor Edisi November 2020: Tips Asyik Menulis Cerpen (Nesri Baidani - IP Bogor)


Bismillah

Halo Pejuang Literasi IP Asia,

Bulan November lalu, Rumah Belajar Literasi mengundang tamu istimewa, lho! Beliau membawa tema yang sangat menarik untuk disimak. Apalagi beliau mempunyai segudang pengalaman dibidangnya. Mau tahu siapa dia?

Yup! Siapa lagi kalau bukan Kak Nesri Baidani dari IP Bogor, dengan judul ‘Tips Asyik Membuat Cerpen’. Lalu, menjadi lebih seru saat Zooming dimoderatori oleh Kak Citra Anggita (IP Asia - Jepang).

Penasaran, apa saja tips asyik dari Kak Nesri? Yuk, kita simak keseruannya.

---

Menulis Untuk Happy

Saat ditawari menjadi narasumber tentang membuat cerpen, saya merasa bingung. Selama ini yang saya lakukan hanya mencari dan membaca di internet. Terus terang saya belum pernah belajar membuat cerpen secara formal. Jadi, sekarang, bukan teori praktikal, melainkan saya ingin menceritakan apa saja yang dilakukan saat membuat cerpen.

Alasan saya pertama kali menulis cerita fiksi karena menuangkan rasa atau curhat (baca: curahan hati). Dari berbagai hasil pikiran yang bisa saya jadikan cerita, tetapi orang bisa menangkap maknanya.
Pernah suatu ketika, saya menulis suatu cerita dengan batas waktu, justru tidak menarik untuk dibaca. Ceritanya menjadi tidak asyik lagi. Sejak itu, saya memutuskan menulis harus dengan happy.

Setiap Kata Itu Bermakna

“The short story is the single effect.” (Brander Matthews), menurutnya short story itu hanya satu. Satu karakter, satu plot, satu tema cerita. Begitu juga dengan Edgar Allan Pow mengutip suatu cerita itu harus mempunyai keunikan tersendiri, seperti setiap kata harus mempunyai makna. Tidak ada yang sia-sia.

Ciri-ciri Cerpen

Rata-rata menggunakan 1500-10000 kata. Batasan lainnya 600 kata, tetapi dibawah 1000 dinamakan flash fiction. Namun 10000 kata terlalu banyak untuk sebuah cerpen. Kurang lebih 9-10 halaman kuarto. Padahal makna dari cerpen itu satu kali masa selesai dibaca. Ternyata 10000 kata itu sudah termasuk novelet (novel kecil). Sedangkan novel pada umumnya minimal 30000 kata.

Pengalaman pribadi, saya memilih 1500 kata saja. Suatu hal yang perlu dipertimbangkan kekuatan mata kita jika membaca di platform online, hanya bisa membaca sampai 2000 kata.

Ciri yang kedua, dengan menentukan satu konflik, satu latar, satu alur. Tidak ada konflik turunan dan side plot. Tidak usah terlalu memikirkan detail karakter. Biasanya fokus cerpen itu pada konflik. Untuk itu, ketika memutuskan untuk membuat cerpen, tentukan konflik di awal.

Lalu ciri yang ketiga, tidak ada perubahan karakter yang berarti, karena sangat pendek, biasanya karakter yang masuk bersifat datar dengan nyaris tanpa perubahan karakter. Semisal, tidak ada karakter ateis berubah menjadi percaya Tuhan. Sebaiknya dibuat seperti itu dari awal. Walaupun ada juga sebuah cerpen yang berhasil mengubah suatu karakter sedemkian padat dalam 1500 kata.

Mulai Menulis

Kesannya teori, tapi inilah yang saya kerjakan. Walaupun dari cara teman-teman berbeda, tidak mengapa. Kita bisa memilih lebih nyaman cara yang mana.
- Saya akan memilih satu tema. Lalu dilanjutkan dengan konflik, misal tentang perselingkuhan.
- Dari sudut pandang siapa? Perempuan yang diselingkuhi. Mungkin standarnya seperti ini. Banyak cerita dari perempuan yang diselingkuhi.
- Bagaimana menceritakannya? Ini bagian yang penting. Kenapa? Karena kita akan menceritakan kisah yang sama dan banyak mengangkat tema ini. Hanya saja bagaimana kita menceritakannya.
Contoh: Seorang cewek memergoki pacarnya berselingkuh.
- Bagaimana akhirnya? Putus.
- Pesan moral? Ada yang layak diperjuangkan daripada pacar.

Lalu, bagaimana eksekusinya?
Dari contoh tautan yang saya berikan, karakter cewek ini cukup pintar. Dia memergoki pacarnya selingkuh di belakang sekolah. Lalu, saya tambahkan satu karakter pembantu, cowok lain, semacam pahlawan yang membawa pesan moral.

---

Alhamdulillah, materi yang disampaikan oleh Kak Nesri Baidani begitu jelas dan padat. Jika ingin melihat dokumen materinya, silakan klik tautan di sini.


Salam Hangat,

Tim Rumbel Literasi Ibu Profesional Asia






 

No comments