Tanya Jawab Blogging & Writing Mentor Edisi Agustus 2020

Bismillahirrohmaanirrohiiim ~

Untuk materi Blogging & Writing Mentor edisi Agustus 2020 bersama Mbak Wafi Azkia Zahidah bisa dilihat di sini ya.

Berikut tanya jawab saat kegiatan berlangsung.

---------------------------------------------------------





PENGALAMAN BERKESAN MENERBITKAN BUKU SOLO

Q: Apa pengalaman yang paling berkesan bagi Mbak Kia yang baru saja menerbitkan buku solo? Apakah ada tips khusus? Atau adakah peristiwa yang bisa Mbak Kia share selama penerbitan buku kemarin? (Dian Mariesta - Malaysia)

A: Yang berkesan sekali adalah karena ini buku pertama, jadi bagi saya ini menjadi semacam kelinci percobaan. Banyak terjadi miss komunikasi dengan penerbit. Karena semuanya dikerjakan sendiri. Sementara, kalau antologi kan ada yang mengurus ya. Kita sebagai penulis tinggal menunggu hasilnya, panitia yang mengurus semuanya. Kalau buku solo ini kita yang mengurus sendiri.

Apalagi kita kan tinggal di luar negeri, dan jangan sampai apa yang kita mau/inginkan tidak dapat ditangkap oleh penerbit. Contoh dari kasus saya kemarin, saya ingin cetak buku full colour. Saya juga sudah memastikan ke penerbit untuk full colour sekian budgetnya. Ternyata yang dimaksud full colour oleh penerbit itu tidak semua halaman. Halaman 1 full colour, halaman 2 tidak, selang-seling, begitu seterusnya.

Padahal saya sudah menyiapkan budget untuk penerbitan buku ini dengan full colour. Ternyata saat sudah jadi dan sudah dicetak, hasilnya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Sementara pembeli sudah membayar sekian dengan ketentuan/spesifikasi yang ditetapkan (full colour).

Apalagi saya tidak bisa tatap muka/langsung datang ke Indonesia untuk berdiskusi dengan tim penerbit, sementara lewat chat banyak miss komunikasinya. Dan juga terjadi miss komunikasi yang lain seperti bahasa daerah yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang sebenarnya.

Nah, ini pelajaran bagi yang lain. Saat akan membuat buku, bangun kedekatan dengan admin di penerbit. Agar tidak terjadi miskom seperti ini. Kalau perlu video call, lakukan. Kalau dibutuhkan, beri contoh hasil cetak buku yang kita inginkan itu seperti apa.

Dan lagi, ternyata penerbit itu tidak semua yang bekerja sendiri. Maksudnya, ternyata ada juga penerbit yang menyetak bukunya dengan penerbit lain. Dalam hal ini bekerja sama. Kita tektok dengan penerbit A dan deal dengan spesifikasi ini. Sementara penerbit A menyerahkan bagian percetakannya ke penerbit B. Sehingga akan terjadi miskom juga antar penerbit ini.

Hal-hal seperti ini yang membuat sakit perut saat memikirkannya. Apalagi buku tersebut sudah terjual & dipesan oleh pembeli.

Q: Berarti mesti bangun komunikasi ya, Mbak? (Tanggapan Dian)

A: Iya, Mbak. Intinya jangan sampai ada miss komunikasi dengan penerbit.

Q: Yang full colour tadi, jadi seperti apa yang seharusnya dibahasakan ke penerbitnya, Mbak Kia? (Chairun Nisa RZ - Malaysia)

A: Kalau menurut saya, alangkah baiknya lagi kalau kita bisa memberi contoh yang mirip dengan buku kita. Contoh, saya akan membuat buku anak, ini ilustrasinya halaman 1 sajakah, tulisannya menghimpit ilustrasikah. Beri contoh buku langsung. Kita mau buku yang seperti ini dengan budget sekian. Kira-kira penerbit siap atau tidak untuk menerbitkan dengan kriteria seperti itu? Karena kalau hanya dijabarkan lewat tulisan, khawatir ditanggapi dengan penafsiran yang berbeda oleh penerbit.

-------------------------------------------------------------

CARA MEMILIH PENERBIT & PENCANTUMAN GAMBAR DALAM BUKU


Q: Makasih materinya, Mbak Kia. Saya newbie ini. Sebenarnya, saya terinspirasi dari teman-teman RBL saat menelurkan buku antologi kemarin. Maa Syaa Allah. Kata suami saya, kita hidup ini having legacy salah satunya dalam bentuk buku. Atau apa nih cerita kamu yang menjadikan inspirasi bagi orang lain, dalam bentuk tulisan. Nah pertanyaan saya:

1. Kalau untuk pemula, apakah sebelum menulis kita sudah menghubungi penerbit? Bagaimana cara memilih penerbit? Dan tahu penerbit itu apa saja? Kontaknya? Atau adakah website/aplikasi yang berisi info tentang penerbit?

2. Bagaimana tentang foto/gambar, apakah Mbak Kia menyewa fotografer/editor foto/editor dari penerbit/self editing? Boleh diceritakankah mbak? (Indri Rizkina Hapsari - Singapura)

A: Ada beberapa penerbit yang mengadakan pelatihan menulis, hasil dari pelatihan itu bisa menerbitkan buku di penerbit tersebut. Ada juga yang mesti kita cari sendiri, dan ini kita sebagai penulis harus (agak) jeli. Penerbit (insyaaAllah) rata-rata sudah memiliki website/instagram sendiri. Dan kita bisa melihatnya dari sana.

Kalau saya pribadi, cara memilih penebit: meminta izin kepada salah satu penulis yang sudah pernah menerbitkan bukunya di penerbit yang bersangkutan, dan meminta review dari beliau bagaimana hasil cetakan dari penerbit tersebut. Jadi, penerbit tidak tahu kalau saya mencari review dari orang/penulis lain. Karena kalau kita berdiskusi langsung kepada penerbit, kita hanya akan diberikan yang baik-baiknya saja. Nah, itulah cara saya dalam memilih/menentukan penerbit.

Cara lain saya dalam memilih penerbit; link penerbit saya dapatkan dari kelas literasi. Karena banyak pemateri dari kelas literasi yang saya ikuti justru berasal dari penerbit itu sendiri. Terkadang kita jadi seperti mendaptkan jackpot; dapat ilmu kepenulisan, link penerbitan, serta link penulis-penulis hebat.

Oleh karena itu, saya menekankan untuk kita menulis buku antologi sebanyak-banyaknya, karena dari sanalah salah satunya akan didapatkan banyak link.

Jika ada teman-teman yang membutuhkan link penerbit, boleh japri saya. Karena saya sudah menghubungi banyak penerbit, mulai dari indie, self-publishing sampai ke penerbit mayor. Dan saya akan berikan review terkait penerbit-penerbit tersebut.

Untuk gambar, saya menyewa jasa ilustrator, Mbak. Jika ada yang membutuhkan link ilustrator juga boleh japri saya. Dan ternyata ilustrator ini memasang tarif yang tinggi. Sah-sah saja jika ingin menampilkan foto pribadi ataupun foto yang berasal dari Google (yang sah untuk dikomersilkan). Ilustrator biasanya memasang tarif per kepala di gambar hingga IDR 100.000,-.

Q: Kan Mbak Kia menerbitkan buku dalam bentuk fisik, apakah dari penerbit menyediakan buku dalam bentuk e-book? (Tanggapan Indri)

A: Penerbit akan menawarkan jika akan dijual/dipasarkan secara digital berupa e-book. Dan saya menanyakan apa kelebihan & kekurangannya jika saya tidak memasarkan berupa e-book. Karena penerbit memiliki aplikasi sendiri dalam memasarkan buku-buku terbitan mereka secara digital.

---------------------------------------------------------

MENULIS DI APLIKASI

Q: Mbak Kia apa ada pengalaman/pernah meletakkan cerpen di aplikasi? Karena biasanya penerbit mayor melirik tulisan penulis untuk dibukukan lewat aplikasi tersebut. (Ananda Putri Maharani - Malaysia)

A: Saya belum pernah ke arah sana, Mbak. Ada rencana insyaaAllah dalam waktu dekat untuk merambah ke dunia aplikasi.

--------------------------------------------------------

MEMUPUK RASA PERCAYA DIRI

Q: Bagaimana memupuk rasa percaya diri bahwa buku kita layak terbit? (Fiftarina Puspitasari - Singapura)

A: Saya pernah merasakan di tahap tidak percaya diri. Tapi, inilah beberapa cara saya menumbuhkan percaya diri itu:

1. Karena saya sudah menulis beberapa buku antologi, jadi saya merasa sudah saatnya untuk menerbitkan buku solo/sendiri. Dengan punya pengalaman sudah menerbitkan buku antologi memupuk rasa percaya diri saya untuk berkarya solo. Dan jadi lebih berani/tidak takut-takut.

2. Saya membangun komunikasi dengan pemateri di kelas menulis yang saya ikuti. Pemateri juga merupakan penulis yang sudah menulis banyak buku. Pemateri tersebut memberikan motivasi: “Udah gapapa, ayo nulis. Saya juga dulu seperti kamu kok. Mulai dari nol juga.” Dengan mendengarkan motivasi ini, saya menjadi terpacu. Dan saya merasa, akan ada masanya saya akan menjadi seperti dia.

3. Membangkitkan semangat dari penulis-penulis lain.

4. Saya yakin: dengan menambahkan dakwah/nilai ruhiyah dalam buku saya, semoga membawa manfaat bagi yang membacanya. Setiap orang memiliki lahan dakwahnya masing-masing. Mungkin saya tidak bisa berdakwah dan berbicara di depan podium, mungkin dengan cara ini saya bisa berdakwah kepada orang lain. Semoga buku saya bisa menjadi pintu hidayah bagi orang lain yang membacanya. Karena percaya diri sendiri naik turun kan ya.

5. Menekankan niat mengapa menulis, agar membangkitkan percaya diri itu sendiri.

6. Melihat dan membaca karya-karya orang/penulis hebat lain. Dan membayangkan bahwa mereka pernah di posisi seperti kita sekarang ini.

Tidak percaya diri itu lumrah, gapapa. Semoga dengan ketidak-percaya diri kita bisa menjadi batu pijakan dan kita bisa menjadi penulis versi hebatnya kita sendiri.

Q: Kalau tidak dicoba kita tidak akan tau ya mbak? Memupuk percaya diri itu dengan berbagai cara ya mbak? (Mardiati - Jepang)

A: Dengan nyemplung langsung itu cara ampuh untuk membangkitkan percaya diri itu sendiri mbak. insyaaAllah.

Q: Jangan berada di pikiran kita saja ya, mbak. Karena itu tidak akan selesai. Mesti dicoba dulu. (Tanggapan Mardiati)

--------------------------------------------------------------------

MENTORING LAYOUT & TIPS KE PENERBIT MAYOR


Q: Mbak Kia kapan-kapan bisakah buat mentoring tentang layout naskah buku? Karena itu kan salah satu hal yang akan kita berikan ke penerbit, terutama penerbit mayor. Mungkin teman-teman banyak yang penasaran bagaimana me-layout buku untuk naskah sendiri. Nanti tinggal diagendakan saja ya, Mbak Nanda. (Dian Mariesta - Malaysia)

A: Saya ingin menambahkan tentang penerbit mayor. Meski penerbit mayor mengatakan seperti ini: tidak apa-apa serahkan saja sinopsis dulu. Tapi tips dari coach saya, lebih baik kita menyerahkan naskah yang sudah jadi saja. Lengkap dari awal sampai akhir, lengkap dengan kata pengantar, biografi penulis, testimoni, dan lain sebagainya. Karena kan ini ke penerbit mayor, mereka juga jual mahal. Dan tips ini jadi memudahkan mereka untuk merapatkan naskah kita dengan tim mereka, karena ternyata naskah kita sudah lengkap. Apakah akan diterima/tidak. Jadi, lebih baik kita sudah mematangkan layout & naskah kita, baru diserahkan ke penerbit mayor. Selengkap-lengkapnya.

----------------------------------------------------------------

METODE MENGIRIMKAN NASKAH KE PENERBIT

Q: Mbak, jadi apakah naskah kita itu berarti dikirim satu per satu ke penerbit? (Nissa Auliyani - Malaysia)

A: Ada beberapa metode, Mbak.

Pertama, bisa mengirimkan satu per satu naskah ke penerbit, dan menunggu apa diterima/tidak.

Nah menurut saya lebih enak langsung mengirimkan naskah melalui link, Mbak. Jadi ini cara kedua, ada situs di Google yang akan mengoper naskah kita dari penerbit yang teratas jika tidak diterima di salah satu penerbit mayor. Dan akan beruntun begitu seterusnya hingga ke penerbit-penerbit di bawahnya. Jika dibutuhkan, saya bisa memberikan link tersebut ke RUMBEL Literasi. Jadi kita tinggal menunggu saja, di penerbit yang mana naskah kita akan diterima, lewat link tersebut.

Nah ada cara lain. Namun ini sebenarnya berkaitan dengan etika ya. Ada juga cara lain dari penulis yang lain, yaitu mengirimkan naskahnya ke semua penerbit. Jadi kita tinggal menanti, di penerbit yang mana naskah kita akan duluan diterima. Kalau saya tidak menggunakan metode ini. Karena metode ini jadi multiple akad. Kita seolah berakad dengan semua orang (penerbit). Dan ketika naskah kita diterima oleh banyak penerbit, justru akan membuat kita bingung sendiri nanti dalam memilihnya, sehingga seakan kita jadi jual mahal.

Saya menyarankan menggunakan metode pertama atau metode yang kedua (menggunakan link). Sehingga kita tidak akan menyakiti pihak manapun. Namun, ini dikembalikan kepada kesukaan masing-masing penulis, lebih menyenangkan menggunakan metode yang mana. Begitu sih kalau menurut saya.

Q: Dengan metode link tersebut, jadi diakhir, kita tidak akan tahu penerbit manakah yang akan menerbitkan naskah kita, begitu ya, Mbak Kia? (Tanggapan Mardiati)

A: Iya begitu, Mbak. Nanti penerbit akan mengirimkan info balasan, dan meminta kita untuk melengkapi tahapan selanjutnya yang sudah ditetapkan oleh penerbit. Dan posisikan kita sebagai penulis pemula, down to earth.

----------------------------------------------------------------

PENOLAKAN NASKAH DI PENERBIT

Q: Terima kasih Mbak Kia atas materinya. Relate sekali dengan yang saya hadapi di kampus. Pertanyaan saya: dengan metode pertama tadi, kalau misalnya naskah kita ditolak dari penerbit, apakah penerbit memberitahu bahwa naskah kita ditolak, sehingga kita bisa menyerahkan naskah tersebut ke penerbit yang lain? Atau memang tidak diberitahu sama sekali oleh penerbit? Dan kapan kadaluarsanya naskah kita di penerbit tersebut? Dan apakah ketika naskah kita ditolak, penerbit akan memberitahukan apa kekurangannya dari naskah kita? Terima kasih atas penjelasannya, Mbak Kia. (Citra Anggita - Jepang)

A: Dari 100%, hanya sekitar 40% dari penerbit mayor saja yang memberitahukan apakah naskah kita ditolak/tidak. Karena memang naskah kita akan digantungkan oleh penerbit. Jadi ketika keinginan kita tidak kuat untuk menerbitkan buku di penerbit mayor, mental kita diuji sekali di sini. Kebanyakan dari penerbit mayor tidak memberitahu apakah naskah kita ditolak, sementara kita sudah menunggu selama 6 bulan s/d 1 tahun. Kita hanya bisa menunggu, karena e-mail tidak akan dibalas oleh penerbit.

Namun ada juga penerbit yang membalas e-mail dan beritikad baik. Seperti contoh: “maaf, naskah anda tidak diterima, karena temanya tidak sesuai dengan visi misi penerbit kami”. Atau dengan mengatakan: “maaf, naskah anda tidak bisa diterbitkan di sini, karena spesifikasinya tidak bisa kami penuhi”.

Tapi, kita tidak mengetahui penerbit mana yang komunikasinya baik ke penulis. Oleh karena itu, di awal kita mesti menyiapkan mental & sabar. Dalam artian, kita sebagai penulis pemula biasanya tangannya panas untuk menyerahkan naskah ke penerbit mayor.

Namun, jika naskah kita merupakan naskah yang temanya sedang hangat diperbincangkan, atau background kita sesuai dengan tulisan di naskah kita, biasanya penerbit akan langsung menerbitkan. Dan untuk kasus seperti ini, biasanya penulis sudah menerima jawaban akan ditebitkan secepatnya selama waktu 3 bulan.

Nah, sebagai penulis pemula, jika memang mau mencoba langsung ke penerbit mayor, maka bersiaplah naskah kita dianggurin seminimal-minimalnya selama 6 bulan ke depan.

Jadi, jika tidak siap untuk menyerahkan naskah ke penerbit mayor, gapapa juga untuk menerbitkan di penerbit indie. Bahkan banyak penulis hebat yang saya lihat portofolionya itu, di awal mereka menerbitkan bukunya justru di penerbit-penerbit indie sebelum akhirnya buku mereka terbit di penerbit mayor. Kebanyakan, mereka menerbitkan sebanyak-banyaknya naskah di penerbit indie sebelum ke penerbit mayor, menghabiskan banyak dana di penerbit indie dulu. Karena saat akan masuk ke penerbit mayor, penulis tersebut sudah memiliki portofolio penerbitan banyak buku di penerbit indie. Sehingga akan lebih mudah untuk naskah kita dilirik oleh penerbit mayor.

Q: Jadi penerbit indie ini semacam batu loncatan begitu ya Mbak Kia sebelum ke penerbit mayor? (Tanggapan Mardiati - Jepang)

A: Iya betul begitu, Mbak.

------------------------------------------------------------------

PERBEDAAN OUTLINE BERDASARKAN GENRE


Q: Genre yang Mbak Kia pilih itu fiksi, non fiksi atau fraksi, atau apa, Mbak? Adakah perbedaan untuk menentukan outline ketika kita memilih genre yang berbeda-beda dalam menulis, Mbak? (Khalida Fitri - Arab Saudi)

A: Tidak ada perbedaan yang begitu jauh Mbak, untuk outline-nya. Kalau saya, buku yang terakhir saya tulis ini kan non fiksi ya, tentang parenting. Nah, saat saya akan membuat buku anak, itu layout-nya berbeda sekali. Karena buku anak akan menggunakan banyak ilustrasi dan kata yang lebih sedikit. Tetapi untuk buku fiksi atau non fiksi yang dipegang oleh orang dewasa, kalau menurut saya pribadi tidak terlalu jauh berbeda untuk layout-nya, Mbak.

---------------------------------------------------------

MENERBITKAN TULISAN DI BLOG MENJADI BUKU

Q: Saya penasaran dengan sebuah blog yang memuat sebuah cerita. Contoh kumpulan cerita pribadi kita yang dibagikan di blog. Nah, cerita itu ingin kita bukukan, apakah itu boleh, Mbak? Karena kan mungkin sudah ada yang membaca cerita kita di blog tersebut. Apakah itu boleh dikirimkan ulang naskahnya ke penerbit, Mbak? (Mardiati - Jepang)

A: Boleh banget, Mbak. Bahkan ada beberapa penulis yang menerbitkan tulisannya di blog menjadi buku berbentuk fisik karena permintaan dari para pembaca blog-nya. Kalau di blog kan pembahasannya satu per satu. Sementara kalau jadi buku, pembahasannya lebih runtun.

Q: Oh boleh ya, Mbak. Saya fikir tidak boleh. Karena kan naskahnya sudah pernah ditampilkan di blog. (Tanggapan Mardiati)

A: Boleh, Mbak. Tapi, jika tulisan yang mbak terbitkan di blog sudah pernah dikirimkan sebagai naskah antologi dan akan digunakan kembali dalam pembuatan buku solo karena merasa relate pembahasannya, ini yang menurut saya kurang beretika. Karena biasanya penerbit memiliki syarat-syarat tertentu. Misalnya, naskah yang sudah pernah diterbitkan di tempat lain jangan plek-plek kita terbitkan ulang. Kecuali ada modifikasi/perubahan/tambahan pada naskah meski sedikit.

Secara umum, kalau tulisan kita di blog dan akan dibukukan itu tidak apa-apa. Tidak melanggar.

Q: Iya, saya fikir siapa ya yang akan membeli buku saya jika ide di tulisannya berasal dari blog dan sudah ada yang membaca. (Tanggapan Mardiati)

A: Justru itu, Mbak. Blog akan menambah nilai lebih bagi pembaca. Dan jika tulisan kita bagus, menjadi alasan pembaca membeli buku kita, karena ternyata tulisan kita enak dibaca & relate dengan kehidupan sehari-hari.

Q: Ternyata pembaca bisa me-refer ke blog kita ya, Mbak. (Tanggapan Mardiati)

A: Iya, Mbak. Jadi ada nilai plus juga.

--------------------------------------------------------

CLOSING STATEMENT


Saya berharap di RUMBEL Literasi ini memang kita tidak hanya mendapatkan materi kosong, tetapi juga ada bukti nyata. Kalau bisa kita memang bisa praktek langsung. Karena kalau materi, sudah banyak bertebaran di mana-mana. Apalagi di Google, kita tinggal search materi apa yang kita mau, akan keluar sesuai dengan yang kita inginkan. Tetapi kalau kita sama sekali tidak ada action, ya hanya jadi materi-materi saja.




Jadi kalau kita sudah tidak ada, bukunya masih dipegang orang, masih dibaca, pahalanya akan mengalir, jadi pahala jariyah. Kan enak sekali itu. Jadi penyemangat juga.

Salam Hangat,
RB Literasi Ibu Profesional Asia.




No comments