Tanya Jawab Blogging & Writing Mentor Edisi November 2020


Bismillahirrohmaanirrohiim ~

Yang sudah menyimak materi dari Mbak Nesri Baidani lalu, pasti penasaran kan bagaimana diskusi yang terjadi saat kegiatan berlangsung. Nah, langsung aja kita simak yuk!

Waktu Produktif Menulis

T: Bagaimana membagi waktu saat menulis cerpen di antara kesibukan lainnya? Dan kapan waktu produktif menulis cerpen ini? (Citra Anggita - Jepang)

J: Sebenarnya waktu saya produktif menulis rata-rata pukul 22.00-00.00 WIB. Walaupun kurang sehat untuk tubuh karena sering bergadang, tetapi sangat diperlukan waktu khusus untuk eksekusinya. Terutama saat anak-anak tidur. Inspirasi ide, bisa kapan dan di mana saja, misal saat menyetrika, mandi, masak, dll.

Menangkap Ide

T: Lalu cara menangkap ide saat berkegiatan di’tangkap’nya melalui apa? Handphone atau menulis di buku catatan? (Citra Anggita - Jepang)

J: Kalau menangkap ide, saya akan terus memikirkannya agar tidak hilang. Misal saat saya sedang mencuci, sudah memikirkan plot, karakter, konflik sampai akhirnya duduk di depan laptop. Kadang ditulis juga, tapi hanya kalimat pembuka.

Writing Block

T: Uni, mau bertanya, jika sudah setengah menulis tiba-tiba mati ide, tips mengatasinya seperti apa? (Dian Mariesta - Malaysia)

J: Saya akan mencari waktu khusus seperti luluran atau tiba-tiba rajin setrika tandanya sedang butuh ide. Alasannya karena kedua keadaan itu saya tidak diganggu oleh siapa-siapa. Namun itu cara saya, ya, teman-teman juga harus menemukan cara yang membuat teman-teman merasa nyaman.

J: Jadi me time, ya, Mba, untuk mengolah dan mencari ide baru (Tanggapan Citra Anggita - Jepang).

Wattpad dan Tere Liye

T: Cerita, dong, Mba Nesri pengalaman menulis di Wattpad. Keputusan memilih di Wattpad dan kenapa? (Citra Anggita - Jepang).

J: Berawal dari anaknya teman saya, penggiat Homeschooling, ia menulis di Wattpad. Lalu saya berpikir seru juga, ya. Akhirnya pada tahun 2006, saya membuat akun Wattpad karena membaca karyanya sekaligus memberikan komentar dan ‘like’. Namun, setelah itu tidak ada kelanjutan. Kemudian saya bergabung di Rumbel Menulis IP. Sejak itu saya menulis kembali di Wattpad. Walaupun sebenarnya tidak ada niat untuk menulis seperti saat ini, ternyata mengasyikkan.

Pada tahun 2018, saya membaca beranda Teh Santi tentang tips Tere Liye membuat satu cerita, yang mana sampai saat ini saya kerjakan sampai sekarang. Mengutip dari beliau, kita harus menulis 1000 kata per hari. Waktu itu saya masih 300 kata per hari dan tidak setiap hari. Kadang-kadang hanya seminggu sekali atau dua hari sekali. Lalu Tere Liye menyadarkan saya, jika mau jadi penulis, ya, harus menulis. Jangan membaca novel saja. Lalu bagaimana membuat novel dengan syarat minimal 30000 kata? Berarti per harinya minimal 1000 kata, otomatis dalam tiga puluh hari sudah menjadi sebuah novel.

Kemudian saya mengikut apa yang dikatakan Tere Liye. Awalnya sangat melelahkan. Alhamdulillah setelah menantang diri sendiri, bisa membuat dua novel ‘Selingkuh dan Selingkuhan’ dan ‘3 Hati, 1 Kata: Cinta’.

Pada hari ke-24 saya berada di titik ‘bermanfaat, kah, saya membuat novel seperti ini?’, tetapi setelah mencapai akhir tiga puluh hari, menamatkan novelnya, saya sadar ternyata bisa. Setelah itu menjadi candu.

T: Kakak-kakak Rumbel, habis ini ada tantangan menulis cerpen, gak? (Tanggapan Ira Trinyoto - Malaysia).

J: Bisa, menantang 1000 kata per hari (Tanggapan Citra Anggita - Jepang).

Kaidah Penulisan

T: Sebenarnya kalau menulis cerpen menurut pengalaman Mba Nesri, apakah selalu dengan menulis langkah-langkah membuat kerangka ide pada setiap paragrafnya? Karena saat Nanda membuat kerangka tersebut, kok, terasa berat, walaupun ini termasuk cerpen fiksi, ya, Mba. Karena diharapkan tidak keluar dari jalur. Apalagi alangkah lebih baik membuat premis dahulu. (Ananda Putri M - Malaysia)

J: Jujur, saya pun tidak mengikuti kaidah penulisan cerpen karena hanya 1500 kata, kurang lebih dua jam untuk satu cerpen. Kalau mengerjakan kerangka dulu, waktunya cepat habis. Begitu mempunyai ide, saya langsung menulis kalimat pertamanya. Kemudian lima kalimat lalu paragraf. Apalagi kalau sudah menyelesaikan satu paragraf, biasanya mengalir saja, karena alurnya sudah di dalam kepala kita.

Namun, beda untuk novel. Kerangka maupun premis itu membantu sekali. Pernah suatu kali membuat novel dengan premis yang kurang kuat. Misal premis awalnya ingin membuat cerita seorang anak pesantren yang kehilangan imannya. Lalu dibuat karakternya seperti apa? Bagaimana plot ceritanya setelah ia kehilangan rasa percaya pada Tuhan?

Contohnya pada novel ‘Istriku, Bulan’ hanya berawal premis yang sederhana, sedangkan pada ‘Pacarku Profesional’ yang dicetak menjadi buku, tidak menggunakan kaidah penulisan. Hanya berawal dari cerpen yang saya kembangkan menjadi novel, tidak pula menggunakan kaidah penulisan.

Sebenarnya kembali kepada kenyamanan masing-masing penulisan. Contoh nyata menggunakan kaidah penulisan pada novel ‘Harry Potter’, ‘The Lord of The Ring’, dan Dan Brown hasilnya luar biasa.

J: Yang penting menulis dengan happy. (Tanggapan Citra Anggita - Jepang)

Curahan Hati

T: Kalau menulis cerpen untuk antologi, biasanya fiksi atau non fiksi? Paling nyaman yang mana? Lalu bagaimana menulisnya tidak terasa curhat banget. (Cut Nora Usrina - Korea Selatan)

J: Sebelum menulis harus selesaikan curhatnya dulu, karena kalau belum selesai akan terbaca dari tulisannya. Pengalaman dari teman saya, ia menceritakan tentang Ayah, ketika dibaca akan mudah ditebak bahwa cerita ini asli. Walaupun cerita fiksi. Pendapat saya pribadi, jika ada hikmah dan manfaat dari sebuah cerita, meskipun hasil curhat, kenapa tidak? Anggap saja itu bagian terapi yang harus kita jalani.

J: Kalau curhat, emosionalnya lebih terasa, ya. (Tanggapan Citra Anggita - Jepang)

J: Sebenarnya menulis menggunakan emosi itu bagus.

Penulis Favorit

T: Siapa penulis favorit Mba Nesri? (Ira Trinyoto - Malaysia)

J: Penulis yang paling menginspirasi saya, Dee Lestari. Waktu saya kuliah, saya bukan penggemar novel, melainkan komik. Novel terpanjang yang saya baca saat itu, ‘Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh’. Saya begitu kagum cara penyampaiannya tentang jurnal-jurnal ilmiah lebih ringan. Kesannya tidak berat. Saya tahu yang disampaikan itu jurnal filsafat.

T: Kalau penulis favorit dari luar negeri? (Citra Anggita - Jepang)

J: Namanya lupa, tetapi judul novel favorit saya adalah ‘Timeline’. Ceritanya tentang orang yang tidak sengaja menemukan mesin waktu, kemudian mereka kembali masa lalu. Tokoh utamanya ternyata nyaman berada di masa itu dan menikah. Karena isinya menceritakan sangat detail sebuah mesin yang lengkap dengan teori-teori yang logis.

Swasunting

T: Kapan waktu untuk merevisi, Mba? (Citra Anggita - Jepang)

J: Biasanya setelah selesai menulis, saya diamkan dulu. Satu sampai dua jam, kecuali diburu batas waktu. Lalu saya baca ulang dulu, apakah layak atau tidak. Ketika tulisan kita sudah diedarkan atau diunggah, kita harus beranggapan tulisan harus bisa ‘berbicara’. Penulis sudah tidak bisa lagi, turut ‘berbicara’.

Tandanya adalah saat pembaca bertanya ‘Kok, ceritanya jadi begini, sih?’ Nah, itu tulisan saya jelek sekali.

Feedback Negative

T: Pengalaman di awal, pernah, kah, Mba Nesri mendapatkan kesan tidak baik dari tulisan? Bagaimana mengatasinya? (Citra Anggita - Jepang)

J: Biasanya ada yang berkomentar ‘Kok, kejadian ini temponya lambat, tidak sesuai dengan keadaan sedang panik?’ Justru kesan balik seperti itu, saya senang, karena ada yang memperhatikan sampai sedetail itu. Berarti dia membaca dan memberikan kesan lain, misal karakter yang masuk akal atau tidak, dan lain sebagainya.

Konflik

T: Selama ini, kan, Mba Nesri membuat cerpen selalu relate dengan kejadian sehari-hari. Konfliknya bagus. Sebelumnya Mba Nesri mencari data dulu, kah? (Ananda Putri Maharani - Malaysia)

J: Biasanya saya mencari data untuk penunjang konflik tersebut. Namun, lebih kepada karakter, kejadian tempat maupun waktu. Sedangkan untuk konflik saya ramu dari pengamalan, cerita teman-teman.

T: Bentuk datanya seperti apa, Mba? (Ananda Putri Maharani - Malaysia)

J: Harusnya saya wawancara. Kalau tidak bisa, misal pada kisah ‘Saya (Tidak Mau) Menjadi Istri Wawancara’, saya mencari vlog anak Akmil, Taruna, pacarnya Taruna dan follow mereka terutama bertemu dengan pacarnya.

T: Memang jika dilihat dari animo pada platform seperti itu, cenderung karakter laki-lakinya bad guy, ya, Mba? Yang lebih laku dipasaran. (Ananda Putri Maharani - Malaysia)

J: Betul. Sebenarnya lebih beragam, tapi pilihan favorit pembaca pada tema dengan karakter CEO kaya raya.

Cerpen Menjadi Novel

T: Dari cerpen bisakah diceritakan lebih panjang? Karena tadi Mba Nesri bilang bahwa cerpen harus selesai ceritanya. (Ira Trinyoto - Malaysia)

J: Bisa banget! Novel ‘Pacar Profesional’ itu berawal dari cerpen ‘Urunan Sperma’. Kalau teman baca, berada di Bab I ‘Pacar Profesional’. Saat menjadi cerpen sekitar 700 kata, lalu berkembang menjadi 30000 kata.

T: Dari semua cerpen, kenapa memilih ‘Urunan Sperma’ yang ingin dikembangkan, Mba? (Citra Anggita - Jepang)

J: Karena saya suka karakter cowok dan ceweknya. Akhir dari cerpennya mereka tidak pacaran, itulah saya ingin kembangkan kisahnya lebih jauh lagi.

Karakter

T: Membentuk karakter itu seperti apa, sih, Mba? Apakah cukup dari orang sekitar? Atau sengaja jauh dari kehidupan sehari-hari? (Citra Anggita - Jepang)

J: Teman saya pernah berpendapat setiap dimintai pendapat, katanya karakter saya rata-rata sama. Walaupun latar belakangnya berbeda, tapi karakternya hampir sama. Jarang karakter yang ‘pasti cerdas’ atau ‘goblok banget’, tidak tega. Walaupun penulis bisa membuatnya dan bagus untuk variasi.

Cerpen lain saya di Wattpad, inspirasi karakternya dari game ‘Mr Love: Dream Date’. Salah satunya saya ambil sebagai karakter cerpen saya.

Paling Menantang

T: Dari proses menulis yang paling menantang bagian mana, ya, Mba? (Citra Anggita - Jepang)

J: Saat proses mengedit, karena kita mesti baca ulang karena proses itu termasuk membosankan.

T: Bagaimana cara tahunya saat cerita ini tidak layak terbit? (Citra Anggita - Jepang)

J: Saya menganggap karakternya ‘bolong’. Saya harus menambal karakternya tapi tidak sanggup. Hasilnya tidak layak. Selain itu, plotnya terlalu banyak dan pesan moralnya tidak jelas. Premisnya pun tidak kuat sehingga pondasinya mudah runtuh.

J: Jadi, kalau kita tidak yakin sama tulisan kita sendiri, bagaimana bisa meyakinkan orang lain, ya, Mba.
---

Alhamdulillah, hampir mencapai gerbang terakhir dari kegiatan kita BWM ini, ada sedikit kata penutup dari Mba Nesri yang paling menginspirasi dirinya,

“Kamu mau jadi penulis? Menulislah.”

Salam Hangat,
Tim Rumbel Literasi Ibu Profesional Asia



No comments